Air Supply kembali ke Indonesia di sebuah Minggu malam yang seakan menolak kedatangan hari Senin. Tanggal 5 Mei 2013, duo legendaris asal Amerika Serikat yang telah dikenal dunia sebagai pencetak banyak hits romantis ini akhirnya berkesempatan memamerkan masterpieces-nya (sekaligus menorehkan jejak sejarahnya) di depan para pecinta musik kota Bandung dalam rangka tur dunia, termasuk ke beberapa kota di Indonesia. Masyarakat Indonesia – seperti biasanya – seolah tidak pernah mengenal kata lelah dan bosan untuk memberi high-respect dan apresiasi terbaik untuk setiap kedatangan band/musisi kaliber dunia ke negeri ini. Hal ini terbukti oleh untaian baris demi baris antrian yang telah melilit tubuh Trans Lux Hotel (kawasan Trans Studio Bandung) sejak pukul 17.00 WIB.
Ratusan pengunjung yang hampir seluruhnya sudah berusia di atas 30 – bahkan di atas 40 tahun, merelakan diri untuk mengantri dari lantai satu. Sebuah antrian panjang yang tersambung rapat hingga ke lantai dua ballroom hotel tersebut – hanya terpisahkan oleh ekskalator yang dijaga oleh hotel security. Kami bisa menangkap bahwa ada jiwa-jiwa rocker yang tampak kehausan, walaupun hal tersebut tersembunyi di balik dandanan rapi dan penampilan necis mereka malam itu.
Duet-Russell mengawali penampilan memorable mereka tanpa basa-basi. Tanpa diawali oleh satupunopening performance, Air Supply dengan segera menggetarkan lantai dua Ballroom Trans Lux Hotel ketika jarum jam menunjukkan pukul 20.50 WIB, ketika penonton siap untuk memorize aksi mereka. Ucapan selamat malam dari mereka diwakili oleh tembang “Even The Nights”, dan disambung oleh “Just As I Am”. Penampilan fisik Graham Russell (vokal & gitar) dan Russell Hitchhock (lead vokal) malam itu persis dengan foto mereka dalam baligo raksasa yang beberapa bulan terakhir meramaikan jalanan Kota Bandung. Luapan histeris dari penonton segera berkumandang dengan frekuensi yang sejenis dengan histeria orang-orang yang menonton konser boyband. Mereka nampak flamboyan dan karismatik walaupun sudah “bermahkotakan” rambut putih.
Setelah sukses membawakan “Power of Love”, seluruh personil Air Supply beranjak sejenak ke belakang panggung, menyisakan Graham Russell di atas stage yang hanya ditemani oleh sangkeyboardist. Tiba-tiba ia bercerita bahwa pada malam itu ia akan membawakan sebuah lagu yang belum pernah Air Supply bawakan sebelumnya, ia bahkan menegaskan bahwa lagu itu belum pernah masuk ke album Air Supply manapun. Lagu tersebut berjudul “Fell From The Sky”, sebuah lagu adem yang hanya dipenuhi oleh petikan gitar akustik dari Mr. Graham. Sayangnya, sesi ini terganggu dengan kesalahan teknis dari segi sound. Gitar Graham Russell tiba-tiba mati, sehingga penampilan lagu tersebut tinggal menyisakan nada vokal saja. Namun ia tetap tenang dan terus bernyanyi. Dan dengan inisiatif yang professional, sang keyboardist segera bermain mengiringi Graham untuk mengembalikan atmosfir lagu tersebut di hati penonton.
Penampilan mereka mencapai klimaks ketika membawakan single “The One That You Love”. Russell Hitchock dan Graham Russell yang dibekali kabel-jack dan wireless-microphone menyanyikan lagu tersebut sambil berjalan-jalan mengelilingi kursi penonton. Penonton merasa sangat excited, mereka segera bernyanyi bersama. Hampir semua kamera dan alat perekam yang ada di tangan ratusan penonton segera terangkat ke udara dan jelas mereka berdua yang menjadi targetnya, sampai ada beberapa cipratanflash-light yang langsung menembak ke wajah personil Air Supply. Bahkan ada seorang wanita yang nekat berlari dan menembus penjagaan bodyguard untuk sekedar memeluk sang legenda selama beberapa detik.
Tiga tembang berikutnya, “Lost In Love”, “Sweet Dreams”, dan “Making Love”, memberi kesan elegan yang bertenaga. Lagu-lagu tersebut memiliki chord-progression yang sebenarnya istimewa, walaupun pada akhirnya banyak yang menilai lagu-lagu tadi sebagai musik yang sebatas mellow dan romantis saja. Sesi yang sebenarnya berpotensi menurunkan grafik adrenalin ini, sukses “terselamatkan” oleh stage-act sang band pengiring yang sangat ekspresif, enerjik, dan memiliki bahasa tubuh ala rocker sejati – sehingga mampu menjadi santapan visual yang tidak kalah menarik, di samping aura personil Air Supply itu sendiri (yang malam itu datang ke Bandung memang dalam kondisi sedang sangat dirindukan banyak orang).
Air Supply “mencoba” menutup penampilan mereka dengan ucapan selamat tinggal berbentuk lisan, sambil berlalu meninggalkan panggung yang disusul meredupnya lampu demi lampu. Kami merasakan ada sebuah kejadian lucu di sini. Nampaknya semua pihak sudah bisa membaca dengan jelas bahwa Air Supply sedang merencanakan encore. Penonton dari “kelompok tua” berdiri dari kursinya masing-masing sambil berkali-kali meneriakkan : “We want more!! We want more!! We want more….” sedangkan para penonton “kelompok muda” yang kebanyakan sejak awal sudah berdiri di baris paling belakang, hanya bisa bercanda dan tertawa-tawa. Ya, mereka cukup sadar bahwa Air Supply tidak mungkin menutup konsernya tanpa membawakan tembangnya yang paling tersohor : “Goodbye”.
Sign up here with your email
Silahkan berkomentar tentang ini... ConversionConversion EmoticonEmoticon