Album Review : Grey - Pure Saturday

REVIEW ALBUM
Judul : Grey
Produksi : Rock
Distributor : Labyrinth Records
Tahun : 2012

PREVIEW ALBUM
Terakhir kali Pure Saturday bersua melalui karya rekaman adalah di tahun 2007 lewat Time For A Change, Time To Move On, sebuah koleksi lagu yang didominasi materi lama yang direkam ulang. Bisa dibilang perubahan yang disebutkan dalam judul itu sesungguhnya terjadi lewat Grey, album keempat yang sepenuhnya berisi lagu baru oleh grup asal Bandung ini. Begitu kuping pendengar dihantam oleh gitar, bas dan drum pada “The Horsemen”, akan langsung terasa bahwa album yang dirilis di bawah bendera Labyrinth Records dan Demajors ini cukup berbeda dengan yang sudah-sudah. “Secara konsep, album ini sangat art rock,” kata bassis Ade Purnama. “Dari awal memang niat ingin membuat concept album. Tadinya ada ide ingin albumnya 75% progressive rock, cuma setelah dipikir-pikir itu bukan ide yang baik.”

Jadi pengaruh progressive rock memang kuat di Grey, walau tak sampai ada instrumental gitar hingga 15 menit atau kostum jubah ala Rick Wakeman. Tema lirik yang diusung pun tak ada hubungannya dengan kisah fantasi epik atau klise-klise prog rock lainnya, namun tentang kehidupan manusia dalam satu hari, dengan segala gejolak yang dapat terjadi dalam durasi singkat itu, di mana kata grey atau abu-abu mewakili keadaan ketidakpastian yang acapkali ditemukan. Omong-omong soal kehidupan, itulah yang membuat proses album ini cukup lama, mulai dari pengumpulan materi lagu hingga rekaman pada pertengahan 2011 di Massive Studio, Bandung. “Sekarang waktunya terbatasi oleh keluarga dan lain-lain, jadi porsi kreatifnya agak susah,” kata drummer Yudhistira “Udhi” Ardinugraha. “Tapi malah itu tantangannya. Sejauh ini masih bisa kami taklukkan.”

Maka terciptalah sebuah album yang berbeda dari album-album sebelumnya. “Pada dasarnya ini album yang paling bebas dari album-album sebelumnya, karena kami sudah tidak terlalu kompromi lagi dengan yang pernah kami buat,” kata gitaris Adhitya “Adhi” Ardinugraha. “Kami tak mau mengulang yang sudah pernah kami bikin, walaupun secara benang merah mungkin masih terasa ada.”

Memang, kita masih bisa mendengar unsur-unsur khas Pure Saturday seperti pada “Musim Berakhir” atau “To The Edge”, tapi dalam kemasan yang lebih berani dan variatif. Kita juga dapat mendengar kepercayaan diri lebih tinggi dalam vokal Satria “Iyo” Nurbambang, yang terasa lebih nyaman dibanding pada Elora, album debutnya sebagai vokalis Pure Saturday pada 2005 lalu. “Di sini saya mencoba lebih membebaskan diri, melepaskan dari pakem-pakem Pure Saturday yang sebelumnya sudah terbentuk,” kata Iyo, yang tampil mengesankan saat menyanyikan “Albatross” yang epik dan penuh dinamika. Menurut Udhi, “Iyo mulai total di album ini, kami membebaskan apa yang ada di kepala dia, dia sudah mulai cari nada dan lirik sendiri. So much progress.”

Pada album Grey, Pure Saturday turut didukung oleh beberapa tamu istimewa. Single pertama “Lighthouse” menampilkan permainan piano oleh Hendi “Unyil” Priyatna dari grup The Milo, sementara Rektvianto Yoewono dari The SIGIT menyumbangkan vokal secara spontan pada “Utopian Dreams”, sebuah lagu akustik kalem yang tiba-tiba tercipta saat berada di studio rekaman. Tapi bisa dibilang tamu kehormatan utama di album ini adalah Yockie Suryoprayogo, musisi legendaris yang pertama kali berkolaborasi dengan Pure Saturday pada tahun 2011 dalam Djakarta Artmosphere, acara musik tahunan yang menampilkan kolaborasi antar musisi lintas generasi. “Sewaktu dikasih pilihan untuk kolaborasi di Djakarta Artmosphere, serentak semua menjawab Yockie Suryoprayogo,” kata gitaris Arief Hamdani. “Agak sulit mencari seniman seperti beliau, yang kami pikir bisa memahami keinginan bermusik PS. Kebetulan pada waktu bersamaan kami sedang rekaman, dan ada beberapa lagu yang kami pikir bisa untuk diisi keyboard.” Yockie Suryoprayogo pun memberi sentuhan emasnya pada “The Horsemen” dan “Albatross”, dan menurut Arief, “Lagu terasa lebih lengkap seperti bayangan kami sebelumnya, dan nuansa lagu yang kami mau lebih dari sekadar tercapai. Klimaks!”

Singkat kata, Grey merupakan babak terbaru dalam perjalanan Pure Saturday, yang mungkin akan terasa membingungkan bagi sebagian pendengar yang telah mengikuti sejak album pertama dirilis di tahun 1995, tapi itu tidak mengkhawatirkan Pure Saturday sendiri. “Kalau mengharapkan album yang sama dari sebelumnya, salah dong mereka suka Pure Saturday,” kata Udhi sambil tertawa. Adhi menambahkan, “Kalau kami masih dikasih kesempatan untuk berkarya, kami akan terus berproses. Kami pasti mencoba berkarya dalam konteks yang kami mau pada saat itu. Jadi tidak ada patokan.”

Bersiaplah untuk sebuah perubahan. Bersiaplah untuk Grey.


Tracklist :
1. Intro – Centennial Waltzes
2. The Horsemen
3. Lighthouse
4. Musim Berakhir
5. Starlight
6. Utopian Dreams
7. The Air, The Empty Sky (instrumental)
8. Passepartout
9. To The Edge
10. Albatross
- i. Candlelit & Moonshine
- ii. Embrace
11. – iii. Dream A New Dream
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar tentang ini... ConversionConversion EmoticonEmoticon