Album Review : The Triangle Album - The Triangle

REVIEW ALBUM
Judul : The Triangle Album
Artis : The Triangle
Produksi : Rock
Distributor : The Triangle
Tahun : 2012

PREVIEW ALBUM
Ilustrasi cover album yang begitu menarik ini. Lapisan-lapisan segitiga yang ada di tengah covernya semakin mengecil, membuat kita penasaran untuk merasakan, mendengar, membuka, dan menguliti satu persatu elemen emosi dari lagu-lagu yang terekam di album ini.

Push tight, down low. Take flight, here we go. Great Below menjadi lagu pembuka yang megah, dan berhasil membuat kita ingin mendengarkan lagu-lagu mereka selanjutnya.

So Here We Go

Setelah proses pembuatan album kurang lebih selama setahun, The Triangle rilis pada bulan November tahun 2012, yang merupakan debut album pertama dari band ini. Album The Triangle memuat sepuluh lagu yang menonjolkan unsur indie rock, dari lagu pembuka, hingga beberapa diantaranya yaitu Moving On yang melankolis, One Sided Affair dengan sentuhan vokal Risa Saraswati, satu-satunya lagu berbahasa Indonesia, Tentang Kita (terinspirasi dari lagu Dewi Lestari, Malaikat Juga Tahu) atau How Could You dengan ciri khas musik The Triangle yang maskulin, yang menjadi single perdana mereka di album ini. Setiap lagu bagi mereka tampaknya adalah petualangan, maka kita akan menemukan kejutan-kejutan menarik baik dari lirik maupun aransemennya.

Berawal dari sesi open mic di Beat ‘n Bite, The Triangle terbentuk pada tahun 2010, yang merupakan kelanjutan dari ide Riko Prayitno (bass), Fikri Hadiansyah (gitar), dan Cil Hardianto Satriawan (gitar dan vokal) untuk membuat sebuah projek musik akustik. Pada perjalanannya, konsep ini berkembang seiring dengan kebutuhan dan latar belakang musik yang berbeda, juga keinginan para masing-masing personel yang ingin memperlihatkan sisi lain dari mereka pribadi. Satu pertanyaan saya kala itu ketika mengetahui The Triangle beranggotakan Riko adalah, apakah saya akan mendengarkan lagu-lagu dengan nuansa retro tahun 70an ala Mocca? Ternyata tidak. Mungkin inilah alasan mengapa Cil (yang juga personil Hastag), Harry “Koi” (yang juga personil The Ansaphone), dan Fikri (yang juga personel Vincent Vega) hadir, untuk menguatkan konsep bermusik The Triangle yang sukses membawa saya nostalgia ke era musik 90an.

Fly Away, I’m Okay. Fly away, I’ll Be Okay Probably.

Menarik sekali mendengarkan album ini. Mengingat bahwa The Triangle lahir di Bandung, jika mendengar lagu-lagunya, ada suasana kota kelahiran yang terekam di dalamnya, dari kehangatan orang-orangnya, momen seseorang yang ingin meninggalkan comfort zone, sesuatu yang artsy, sentuhan dark, gloomy, kebahagiaan, atau bahkan emosi dari cuaca kota yang tidak menentu, dari hujan besar hingga siang panas, dan mudahnya orang-orang di kota ini untuk terbawa suasana. Mungkin itulah yang The Triangle ingin ungkapkan dalam album ini. Momen nostalgia. Dan jika kamu membutuhkan sesuatu yang organik, tapi tidak terlalu akustik, maka mereka dapat menjadi penghiburan bagi orang-orang yang terlalu sering mendengarkan lagu-lagu akustik folk mendayu-dayu atau musik elektronik era masa kini.
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar tentang ini... ConversionConversion EmoticonEmoticon