Ada 14 tulisan di buku ini, dibuat oleh musikus, penulis, penyiar radio, wartawan musik, sampai sutradara film. Ide utamanya adalah bercerita tentang lagu dan pikiran apa yang ikut di belakangnya tentang lagu itu. Atau menurut tulisan di halaman belakang buku ini, "bagaimana sebuah lagu begitu mampu menyimpan kenangan dalam nada-nadanya”. Ada yang membedah lagu secara musik maupun lirik, seperti Eross Candra dari Sheila on 7 yang menerangkan khasiat lagu “Across the Universe” dari The Beatles untuknya. Atau Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca yang dengan lancar dan sedap mengurai “Terbunuh Sepi” milik Slank, yang hingga kemudian hari ternyata masih menghantui proses penciptaan lagunya. Sementara tulisan Ade Paloh dari Sore yang mengenang lagu “Do You Want to Know a Secret” dari The Beatles sayangnya terasa tertimbun terlalu banyak kata. Ada yang membuka kenangan pribadi, seperti Maradilla Syachridar (pencetus ide buku ini sekaligus musikus di Homogenic) tentang “Strings That Tie to You” dari Jon Brion.
Penulis Valiant Budi mengingat pengalaman naasnya semasa SMA yang berangkaian dengan lagu “Sahabat Gelap” dari Kubik. Atau penulis Mikael Johani dengan tulisannya yang kuat tentang “Nothing Matters When We’re Dancing” dari The Magnetic Fields atau “Madu dan Racun” dari Bill & Brod. Juga ada lagu-lagu yang dirasa begitu menggugah hingga karya baru bisa tercipta dari situ, seperti tulisan kreatif Anto Arief tentang “Djuwita Malam”, Galih Sakti tentang “Yeh Jo Halka Saroor Hai” dari Nusrat Fateh Ali Khan, atau Rain Chudori tentang “Little Motel” dari Modest Mouse.
Beberapa nama musikus yang terlibat di sini memang bisa membuat penasaran. Karena, misalnya, setelah kemarin-kemarin membuat kita suka atau kagum pada lagu-lagu yang mereka tulis (dan nyanyikan), wajar jika kita ingin tahu lagu macam apa yang sebegitu berkesannya untuk mereka. Dan yang lebih penting lagi: kenapa. Bagusnya, kebanyakan mampu menjelaskan dengan baik dan rinci. Seperti Meng dari Float dengan ceritanya yang sederhana tapi menyentuh, atau Kartika Jahja dengan tulisan yang seperti membuat hati sempal dari tempatnya. Di antara itu, beberapa tulisan terasa timpang karenanya. Seperti tulisan Sarah Deshita tentang cinta (berdasarkan lagu “True Love Waits” dari Radiohead) yang terasa berputar-putar di hal yang abstrak saja, hingga kurang ada kedekatan emosi yang bisa tumbuh di situ. Atau tulisan Sammaria Simanjuntak yang seperti ingin bercerita dengan ringan, tapi jadinya terasa terlalu ringan.
Membaca seluruh buku ini seperti merasakan bahwa penyunting kurang galak dalam melakukan tugasnya; selain ada hal-hal yang terasa berpanjang-panjang, ada cukup banyak kesalahan ketik di hampir seluruh tulisan. Di luar itu, Memoritmo termasuk berhasil dalam hal membuat kita (kembali) berpaling pada lagu, dan untuk membuat kenangan sendiri dari situ.
Sign up here with your email
Silahkan berkomentar tentang ini... ConversionConversion EmoticonEmoticon